HUKRIM
Kejati NTT Lidik Dugaan Korupsi Proyek Irigasi Senilai Rp 44 Miliar, Tersebar di Beberapa Wilayah
KUPANG, PENATIMOR – Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur saat ini tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi Kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi yang tersebar di beberapa wilayah Provinsi NTT pada tahun anggaran 2021 dan 2022 dengan total pagu senilai Rp 44.045.629.000.
Kajati NTT Zet Tadung Allo, S.H.,M.H., telah menerbitkan dua Surat Perintah Penyelidikan.
Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-648/N.3/Fd.1/10/2024 terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi tahun anggaran 2021 dengan pagu senilai Rp 29.927.600.000.
Selanjutnya, Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-649/N.3/Fd.1/10/2024 kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi tahun anggaran 2022 dengan pagu senilai Rp 14.118.029.000.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidsus Kejati NTT, Mourest A. Kolobani, S.H., M.H., yang dikonfirmasi awak media ini di kantornya, Selasa (15/10/2024), mengatakan, terhadap kedua Surat Perintah Penyelidikan tersebut, telah dibentuk tim penyelidik.
“Penyelidikan sudah dimulai dengan memintai keterangan dari sejumlah pihak terkait kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi tahun anggaran 2021 dan 2022,” jelas Mourest.
Selain pemeriksaan saksi, tim penyelidik juga akan melakukan pemeriksaan lapangan di lokasi kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi, dengan melibatkan tim ahli teknik.
“Kami tentu sangat berharap agar semua pihak terkait yang diundang untuk memberikan keterangan dapat kooperatif, sehingga proses penyelidikan ini berjalan lancar,” harap Mourest.
Sidik Proyek Irigasi di Manggarai, Kerugian Rp2,5 Miliar
Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur juga sedang melakukan penyidikan kasus dugaan tidak pidana korupsi Proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I. Wae Ces I-IV (2.750 Ha) di Kabupaten Manggarai (DAK) yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi NTT.
Proyek pada Bidang Wilayah Sungai Dinas PUPR Provinsi NTT itu dengan pagu anggaran senilai Rp 4.638.900.000, dan ditenderkan pada tanggal 31 Januari 2021/Februari 2022, dimana terdapat 5 peserta yang memasukan penawaran. Hasilnya, pemenang tender adalah PT Kasih Sejati Perkasa dengan penawaran senilai Rp 3.848.907.512,28.
Penandatangan kontrak kemudian dilakukan pada tanggal 18 Maret 2021 antara Dionisius Wea dan A.S. Umbu Dangu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam pengerjaan, kemudian dilakukan Adendum I pada tanggal 24 Maret 2021, dan juga terjadi pergantian PPK kepada Johanes Gomehs S.T., M.T.
Informasi yang dihimpun media ini, menyebutkan, Dionisis Wea melakukan Sub Kontraktor (Subkon) kepada Kornelis Ebot, dimana seluruh pekerjaan tanpa menyerahkan gambar sebagai acuan, dan hanya menyuruh bagian yang perlu direhabilitasi dengan nilai Subkon sebesar Rp640.000/m3.
Kornelis Ebot selaku Subkon menggunakan sejumlah buruh untuk melakukan pengerjaan rehabilitasi saluran.
Sementara itu, indikasi dugaan tindak pidana korupsi diketahui pada pekerjaan yang tidak dikerjakan sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), yang mana seharusnya dilakukan pembangunan namun hanya dilakukan plester dan acian. Sehingga akibatnya terjadi kelebihan pembayaran.
Perencanaan semula untuk ruas BC 4 – BC-5, BC 5-BC 6, BC 6-BC 7 namun diubah menjadi ruas BC 2-BC 3, BC 3-BC 4 dan BC 4-BC 5 (tetap).
Ruas BC 2-BC 3 dan BC 3-BC 4 semula tidak ada dalam perencanaan, dan tidak ada hasil analisa kerusakan dalam justifikasi.
Kemudian, tidak ada foto 0% atas pekerjaan sehingga diduga benar sesuai keterangan buruh, sebagian besar pekerjaan hanya plester dan acian, kemudian terdapat kelebihan pembayaran pekerjaan pasangan dan pembongkaran.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidsus Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani, S.H., M.H., yang dikonfirmasi awak media ini di kantornya, mengatakan, belum lama ini, tim penyidik bersama tim ahli Politeknik Negeri Kupang (PNK) telah melakukan pemeriksaan langsung di lokasi proyek tersebut.
“Perkara ini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Proyek irigasi ini PHO tanggal 30 November 2021. Back Up 100% tidak sesuai dengan hasil pekerjaan di lokasi pekerjaan dan titik STA beberapa ruas. Asbult Drawing tidak sesuai dengan STA beberapa ruas. Pintu penutup air tidak diganti baru, hanya servis,” beber Mourest.
“Estimasi kerugian negara pada proyek ini mencapai Rp 2,5 miliar,” lanjut mantan Kacabjari Flores Timur di Waiwerang, Adonara itu.
Masih menurut Mourest, untuk merampungkan penyidikan, pihaknya terus melakukan pemeriksaan saksi.
“Kami juga tentu berharap kepada para saksi yang dipanggil untuk memberikan keterangan, agar bersikap kooperatif sehingga proses hukum ini bisa berjalan lancar,” harap mantan Kepala Seksi Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi, dan Eksaminasi pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati NTT itu.
Mourest juga menambahkan bahwa proses penyidikan saat ini telah mengerucut kepada para pihaknya yang dinilai patut untuk dimintai pertanggung jawaban hukum dalam proyek ini.
“Saat ini (Penyidikan, Red), sudah mengerucut kepada calon tersangka,” pungkas mantan Kepala Seksi Intelijen Kejari Timor Tengah Selatan itu. (bet)