HUKRIM
Dugaan Pemerasan Oknum Wartawan dan Anggota ARAKSI, Uang Makan Bos Rp10 Juta, Hapus Berita Rp500 Ribu, Korban Sampai Jual Sapi

KUPANG, PENATIMOR – Dugaan keterlibatan oknum wartawan dan juga anggota Araksi TTU, FN dalam kasus pemerasan mulai terungkap.
Dimana satu per satu korban pemerasan, yang diduga dilakukan oleh para anggota ARAKSI TTU, mulai buka suara.
Hal tersebut karena terkait dengan peristiwa pemerasan yang dialami mereka, salah satunya adalah MT rekanan CV. Gratia.
MT kepada media ini, Minggu (12/3/2023) mengatakan bahwa aksi pemerasan yang dilakukan oleh para anggota ARAKSI TTU terhadap dirinya terjadi pada tahun 2022.
Saat itu, sekitar bulan Juli 2022, dirinya melakukan perbaikan terhadap Embung Oenoah di Desa Nifuboke, Kecamatan Noemuti.
Saat ekscavator baru diturunkan untuk melakukan perbaikan, salah seorang temannya menelepon dan memberitahukan bahwa ada anggota ARAKSI TTU yang turun ke lokasi embung.
Ia pun bergegas ke sana untuk menemui mereka. Para anggota ARAKSI itu di antaranya CB, oknum wartawan FN, dan salah satu anggota ARAKSI lainnya.
Ketiga anggota ARAKSI itu menyampaikan bahwa pembangunan embung yang dikerjakan oleh CV Gratia tidak sesuai dengan RAB, dan mengancam akan melaporkan ke aparat penegak hukum.
Ia kemudian memberikan penjelasan bahwa pekerjaan tersebut masih dalam masa pemeliharaan, dan masih bisa diperbaiki.
“Setelah kami pulang, sore harinya CB menelepon saya dan meminta untuk bertemu. Sehingga saya kemudian pergi ke rumah FN di Benpasi, kebetulan kami sudah saling kenal. Saya minta dia untuk menemani saya pergi ke rumah CB,” ungkap MT.
Ketika tiba di rumah CB, ia diminta menyetor sejumlah uang agar mereka tidak melaporkan pembangunan embung tersebut.
Walaupun dirinya telah berulang kali menjelaskan bahwa embung masih dalam masa pemeliharaan.
CB memintanya menyetor uang sebesar Rp10 juta, yang katanya akan digunakan oleh ‘bos’ mereka yang tak lain merupakan Ketua ARAKSI NTT, untuk makan malam bersama orang dari Polda dan Kejaksaan Tinggi.
“Mereka bilang bahwa bos mereka biasanya makan malam dengan orang dari Polda, Kejati, mereka bilang tidak ada makan malam yang gratis. Saya kemudian bertanya bagaimana, mereka bilang harus atur uang paling sedikit Rp10 juta,” beber MT
Ia kemudian meminta waktu satu minggu untuk mengumpulkan uang, namun CB mendesak agar secepatnya menyetor uang tersebut.
Beberapa hari kemudian, ia kembali mengajak FN, untuk bertemu CB dan menyetor hasil penjualan sapi sebesar Rp12 juta kepada CB sebagai uang tutup mulut.
Uang tersebut dimasukkan ke dalam amplop cokelat dan diserahkan langsung kepada CB, dan disaksikan oleh FN.
Ia bersama FN pulang dari rumah CB sekitar pukul 23.00 Wita. Ia juga memberikan uang sebesar Rp300 ribu kepada FN.
Namun beberapa minggu kemudian, berita terkait persoalan pengerjaan embung tersebut beredar di media sosial.
MT lalu menghubungi FN dan meminta tolong dan menjelaskan bahwa masih dalam masa pemeliharaan, sehingga ia meminta untuk menghapus berita tersebut.
“FN juga menyanggupi hal tersebut, dan meminta imbalan sebesar Rp500 ribu. Dia bilang nanti hubungi teman-teman di redaksi untuk hapus berita, tapi harus kasih uang,” tandas MT.
Namun beberapa waktu kemudian, MT mengaku dipanggil oleh pihak Kejaksaan untuk memberikan keterangan terkait pengerjaan embung tersebut. (wil)
Fe Naiboas Bantah Keterangan Mardanus Tefa, Tidak Pernah Terima Uang Rp500 Ribu
