HUKRIM
Dipolisikan, Kepala BPN Kota Kupang Sebut Pembatalan Sertifikat Sesuai Prosedur, Kuasa Hukum Keliru
Kupang, penatimor.com – Diduga batalkan sertifikat tanah secara sepihak Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang, Fransiska Vivi Ganggas diadukan ke polisi.
Pelapornya adalah Nancy Yappy (38), warga RT 002/ RW 010, Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya, Jawa timur
Laporan polisi ini tertuang dalam Nomor LP/B/264,/IV/Res.1.2/2020/SPKT 26 Juni 2020, tentang penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan.
Terkait dengan laporan polisi ini, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang, Fransiska Vivi Ganggas ketika diwawancara di ruang kerjanya, Kamis (9/7), membenarkan adanya dua laporan terhadapnya, yakni perkara penyerobotan yang dilaporkan oleh pengacara Biante Singh SH, dan laporan pembatalan SK.
Fransiska jelaskan, yang pertama bahwa semua proses yang dilakukan dalam rangka terbitnya SK Pembatalan sudah dimulai dari bulan Desember 2018.
“Betul sudah keluar SK Pembatalan sertifikat tanah yang diketahui dengan Nomor M 5650 atas nama Yanti Cristina Tansa,” ujarnya.
Lanjutnya, pembatalan tersebut berdasarkan permohonan pembatalan 19 Desember 2018 dan banyak proses dan tahapan yang telah dilalui sesuai mekanisme oleh seksi khusus yang menangani itu.
“Dan ini bukan saya yang lakukan, tetapi ada satu seksi khusus yang menangani itu,” jelas dia.
“Saya bertugas di BPN kota Kupang sejak 17 Oktober 2019 sedangkan pemohonan masuk 19 Desember 2018, Sehingga satu tahun sebelum bertugas permohonan ini sudah mulai proses,” lanjut dia.
Vivi menilai, laporan tersebut bukan ditujukan kepada dirinya. Secara kelembagaan itu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, karena dirinya merupakan kepala kantor dan ranahnya bukan di pidana, tetapi harus di PTUN karena ia adalah pejabat tata usaha negara.
“Tetapi ini melibatkan dua kepala kantor, karena 2018 ada kepala kantor yang lain lagi sebelum saya. Sebagai pribadi saya tidak berwenang untuk melakukan ini semua. Saya sebagai kepala kantor dan ranahnya bukan di pidana, harus di PTUN karena saya pejabat tata usaha negara,” sebutnya.
Ia juga membantah bahwa pembatalan ini bukan sepihak karena ada proses dalam pemberitahuan, yang mana turun ke lokasi dan untuk semua surat menyurat telah dilakukan termasuk pengumuman di koran.
“Kita sudah lakukan melalui pengiriman surat melalui saja pengiriman JNE, lalu pengumuman di koran Timor Express. Ada tahapan koordinasi dan konsultasi yang sudah dilakukan dan yang paling penting adalah pelaksanakan putusan PN Kupang,” ungkapnya.
Terhadap persoalan ini, pihaknya masih dipanggil sebagai saksi. Oleh sebab itu dia sampaikan pembatalan yang dilakukan sesuai putusan PN Perdata. Karena PTUN hanya mengurus tentang proses tentang satu surat yang keluar.
“Kalau pengadilan perdata dia hanya mengurus tentang hak kepemilikan, oleh sebab itu kita sesuai putusan perdata PN. Kalau dinyatakan sepihak tentu saya tolak. Apabila melaporkan seseorang dan tidak ada buktinya dan dia tau resikonya apa,” tandas Kepala BPN Kota Kupang. (wil)