Connect with us

UTAMA

Diduga 15 ASN di Pemkab Rote Ndao Bekerja Secara Ilegal

Published

on

Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Rote Ndao, Paulus Henuk, memberikan keterangan kepada wartawan di Kupang, Jumat pekan lalu.

Kupang, penatimor.com – Pemerintah Kabupaten Rote Ndao diduga mempekerjakan 15 oknum aparatur sipil negara (ASN) secara ilegal.

Hal ini diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan daerah di Pemkab Rote Ndao.

Ke-15 orang ASN ini statusnya telah dihapus dari data kepegawaian negara karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan harus dipecat.

Meski putusan itu sudah melalui putusan pengadilan dan perintah Undang-undang, namun 15 oknum ASN ini masih menjalani pekerjaan mereka dan menerima gaji.

Dugaan kerugian negara ini ditemukan oleh Tim Pansus LKPJ DPRD Rote Ndao.

Masalah ini tengah dibahas serta didorong untuk dilakukan tindakan hukum oleh pihak berwenang, karena telah menimbulkan kerugian negara hingga miliar rupiah.

Hal ini didampaikan Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Rote Ndao, Paulus Henuk, kepada wartawan di Kupang, Jumat pekan lalu.

Menurut Paulus Henuk, pada tahun 2018 terdapat tiga SK yang diterima, yakni SK dari Kepala BKN, Menpan-RB dan Kementerian Dalam Negeri kepada seluruh Pemda mulai tingkat Provinsi sampai Kabupaten/Kota tentang pemberhentian ASN yang terlibat korupsi paling lambat akhir 2018.

Di seluruh Indonesia ada sebanyak 9.000 orang lebih ASN yang terlibat kasus korupsi.

Sampai dengan tahun 2019, Pemda sudah melaksanakan keputusan pemerintah pusat tersebut.

Namun di Kabupaten Rote Ndao belum melaksanakan keputusan tersebut, bahkan cenderung membangkang, karena tidak melaksanakan SK tersebut.

Untuk Kabupaten Rote Ndao, tercatat sebanyak 16 ASN yang mestinya diberhentikan dengan tidak hormat tertanggal 31 Mei 2019.

Sekitar tanggal 24 April 2019, Bupati Rote Ndao menerima pengajuan keberatan secara administratif kepada pemerintah, sehingga dari 16 orang itu, 15 orang dicabut SK pemberhentiannya, kecuali satu orang diberhentikan secara permanen.

“Dengan pencabutan SK pemberhentian dari 15 orang ini, setelah diajukan permintaan gaji, ternyata sudah ada 2 orang yang namanya sudah tidak tercatat di sistem kepegawaian, sementara yang bersangkutan masih diberikan jabatan-jabatan struktural di Pemkab Rote Ndao,” kata Paulus Henuk.

“Tentunya pasti ada tanda tangan-tanda tangan, baik secara vertikal maupun horizontal atau secara administratif. Misalnya, seseorang yang ada di sebuah dinas tertentu tidak lagi sebagai ASN dalam sistem kepegawaian nasional kita. Ini dasar hukum apa yang dipakai,” lanjut dia.

Menurut Paulus, Pansus LKPJ juga mempertanyakan kepada pemerintah, namun mendapat penjelasan bahwa itu sudah pemberhentian dan penghapusan nama 15 ASN ini sejak akhir Desember 2019.

“Artinya, dari 1 Januari 2020 sampai hari ini sudah 6 bulan lebih orang itu bekerja ‘ilegal’ karena status ASN sudah tidak ada,” ungkap dia.

“Sesuai penjelasan pemerintah kepada Pansus, artinya mereka sudah tahu tapi masih lanjutkan pemberian jabatan dan gaji dari bulan Januari sampai Juni,” sambungnya.

“Kerjanya ilegal, lalu dasar pembayaran gaji oleh eksekutif itu apa dan kenapa diberhentikan lalu dicabut dan saat ini kembali diberhentikan sementara pembayaran gaji mereka,” tandas Paulus Henuk.

Lanjutnya, setelah di-flashback kembali, ada Undang-undang ASN dan perintah peraturan pemerintah bahwa bagi ASN yang sudah berkekuatan hukum tetap putusannya, mestinya diberhentikan.

Namun akibat dari mereka masih bekerja dan digaji tanpa dasar hukum yang jelas sampai sekarang, maka ada dugaan terjadinya kerugian keuangan negara.

“Ini bisa kita katakan sudah kerugian negara. Mereka ada gaji pokok, ada tunjangan, ada uang perjalanan dinas, apalagi yang masuk dalam anggaran pemerintah itu dia ada honor pengelola cukup besar, sehingga negara mengalami kerugian miliaran rupiah,” sebutnya.

Dugaan kerugian negara ini disebabkan akibat pimpinan atau pemberi SK, sebab para ASN yang bersangkutan hanya menjalankan perintah serta dan hasil kerja mereka dibayar.

“Untuk pemberi SK yang harus bertanggung jawab. Kalau soal hukum nanti kita serahkan ke penegak hukum. Yang mengeluarkan adalah Bupati Rote Ndao. Dia yang tanda tangan karena secara kewenangan ada di bupati,” tegas dia.

Sementara, Ketua Komisi A, Vecky Boelan yang juga anggota Pansus, pada kesempatan itu membenarkan temuan pansus atas dugaan kerugian negara tersebut.

Ia juga mengaku tidak paham dengan mekanisme serta dasar hukum apa yang digunakan oleh pemerintah Kabupaten Rote Ndao, sehingga mereka bisa melawan Undang-undang sebagai dasar hukum tertinggi dan melawan perintah pemerintah pusat.

“Ini kejadian pembangkangan hanya terjadi di Kabupaten Rote Ndao. Ini sangat aneh dan nyata,” kata Vecky.

Dengan temuan tersebut, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya agar segera ditindak lanjuti. (wil)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

KOTA KUPANG

Penerimaan Anggota Polri di Polda NTT Dibuka, Disabilitas dan Rekpro juga Diterima

Published

on

Markas Polda Nusa Tenggara Timur di Kupang. (Ist)
Continue Reading

HUKRIM

Penggelapan Motor di Kupang, Dua Remaja Wanita Diamankan, Kapolres: Pemain Lama!

Published

on

Kapolres Kupang Kota, Kombes Pol. Aldinan R.J.H Manurung, SH.,SIK., M.Si.
Continue Reading

HUKRIM

Dua Terdakwa Pembunuhan Berencana di TTU Dituntut Hukuman Seumur Hidup

Published

on

Suasana sidang tuntutan terhadap dua terdakwa kasus pembunuhan di Pengadilan Negeri Kefamenanu pada Rabu (3/4/2024).
Continue Reading