HUKRIM
Aniaya Gadis 16 Tahun, TPDI Kecam Kades Babulu Selatan

Jakarta, penatimor.com – Kasus penganiayaan berat yang dilakukan oleh Paulus Lau, Kepala Desa Babulu Selatan, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT, terhadap seorang warganya bernama Novidiana Baru (16), dengan cara kedua tangannya diikat dan didudukan di atas kursi plastik lalu dipukul serta digantung pada regel polindes di Dusun Beitahu, sembari ditonton oleh warga Dusun Beitahu, menuai reaksi keras dari berbagai pihak.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus, kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini, mengatakan, kasus ini jelas tindakan persekusi, tidak hanya sekedar tindak pidana penganiayaan berat tetapi sudah masuk dalam kategori biadab, keji, tidak berperikemanusian sebagai wujud dari tindakan main hakim sendiri seorang penguasa desa terhadap warganya.
“Apapun kesalahan atau dugaan tindak pidana yang dipersangkakan dilakukan oleh Novidiana Baru, toh Desa Babulu Selatan punya hukum adat. Negara Indonesia punya hukum nasional yaitu KUHP dan ada KUHAP. Kepala Desa bukanlah aparat penegak hukum, oleh karena itu peristiwa dimana seorang Kepala Desa Paulus Lau di Desa Babulu Selatan, Kecamatan Kobalima, Malaka, yang menghakimi dan mengeksekusi langsung korban Novidiana Baru yang masih di bawah umur secara keji, jelas ini praktek hukum rimba yang dikualifikasi sebagai penganiayaan berat yaitu melanggar Pasal 354 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimum 8 tahun penjara,” kata Petrus.
Advokat Peradi di Jakarta itu, melanjutkan, jika penganiayaan terhadap gadis Novidiana Baru, mengakibatkan kematian maka si Paulus Lau yang Kepala Desa itu dihukum dengan hukuman yang lebih berat yaitu 10 tahun penjara.
Oleh karena itu, Petrus meminta Polda NTT tidak boleh menunggu korban atau masyarakat melapor dan diwajibkan membawa bukti macam-macam dahulu baru laporannya diterima dan bertindak.
“Aparat Kepolisian setempat harus jemput bola, tangkap dan tahan itu Paulus Lau, karena tindakan yang biadab itu tidak saja telah menginjak-injak prinsip-prinsip hukum KUHP dan KUHAP akan tetapi juga telah menginjak-injak prinsip-prinsip hukum adat Desa Babulu Selatan, yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai praduga tak bersalah,” tandas Petrus.
Dia menambahkan, apa yang terjadi dengan perilaku Paulus Lau, Kepala Desa Babulu Selatan, adalah cerminan dari kondisi di NTT dimana para pemimpinnya hari-hari ini selalu berbicara dengan narasi yang keras, lantang dan bahkan mengarah kepada kekerasan.
“Masyarakat seakan-akan dicuci otaknya untuk menerima kekerasan, kelantangan yang tidak mengenal etika di ruang publik yang sering dipertontonkan oleh sebagian pimpinan daerah di berbagai tempat. Karena itu siapapun dia, maka Polri harus bertindak tegas, begitu juga masyarakat harus mengucilkan Kepala Desa Paulus Lau dari lingkungan pergaulan sosial sebagai bagian dari sanksi sosial dan sanksi adat,” pungkas Petrus Salestinus. (jim)
