HUKRIM
Jaksa Ungkap Penyeludupan Motor Harley Davidson asal Singapura ke Atambua

Kupang, penatimor.com – Kejati NTT kini fokus menelurusi sindikat dalam kasus penyeludupan sepeda motor gede merk Harley Davidson dari Singapura ke Atambua, melalui Timor Leste.
Pemeriksaan saksi dalam seminggu terakhir intensif dilakukan penyidik Kejati.
Para saksi yang diperiksa termasuk pimpinan dan staf Kantor Bea Cukai Atambua.
Terpantau, dua saksi dari Kantor Bea Cukai Atambua memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa, kemarin.
Kedua saksi, Dedy Husni dan Maezun Najib, didampingi Kepala Kantor Bea Cukai Atambua Tribuana Wetangtera.
Kasi Penkum Kejati NTT Abdul Hakim yang dikonfirmasi wartawan, membenarkan pemeriksaan tersebut.
“Masih terus kita panggil saksi untuk didengar keterangan terkait kasus ini. Saat ini baru satu tersangka yang sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Atambua. Tersangka ini ada sopir tronton yang mengangkut barang-barang itu dari Timor Leste ke Atambua. Sementara pemilik barang di Surabaya sudah kita ketahui dan periksa,” kata Abdul.
Sementara, Pengadilan Negeri (PN) Atambua menggelar sidang perkara kasus bea cukai terkait dugaan penyeludupan motor gede Harley Davidson (HD) di perlintasan perbatasan Indonesia-Timor Leste, Senin (29/4).
Sidang beragenda pemeriksaan terdakwa yang dipimpin hakim AA Gede Susila Putra, SH.,M.Hum., tersebut berlangsung dari pukul 10.00-11.30.
Terdakwa Paulus Tanmenu (42), selalu sopir menjalani pemeriksaan kasus bea cukai sebagaimana Pasal 102 huruf D Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Terdakwa dalam keterangan di persidangan, mengaku pada tanggal 19 September 2017, dirinya melakukan pengiriman barang dari Atambua ke Timor Leste berupa semen sebanyak 600 sak menggunakan 1 unit truck tronton warna hijau Nopol W-8709-XH dengan tujuan Toko Lucky Star di daerah Audian, Timor Leste.
Setelah sampai di Toko Lucky Star, barang dibongkar pada tanggal 20 September 2017.
Selanjutnya pada tanggal 21 September 2017, Frans Valdano alias Asun menelpon terdakwa Paulus mengatakan untuk bertemu orang di Toko Lucky Star daerah Audian-Timor Leste.
“Sesampainya di Toko Lucky Star, saya bertemu dengan 3 orang, yaitu 2 orang Timor Leste dan 1 orang Cina. Namun saya tidak tahu namanya. Selanjutnya pada saat bertemu mereka menanyakan kepada saya bahwa ini mobilnya pak Asun ya, lalu saya menjawab ya, kemudian mereka mengatakan bahwa mereka sudah menelpon pak Asun untuk muat barang mereka dari Dilli ke Atapupu,” urai terdakwa.
“Lalu sekitar pukul 11 siang saya bersama dengan mereka bertiga ke Aimutin untuk mengambil barang tersebut,” lanjut dia.
Setelah barang selesai diangkut, lanjut terdakwa, tidak ada dokumen yang diserahkan kepadanya.
Kemudian terdakwa mengaku menelepon Asun menanyakan mengenai dokumen perlintasan barang-barang tersebut.
“Lalu dijawab oleh Asun bahwa bawa saja barang-barang tersebut ke perbatasan karena sudah ada yang menunggu di perbatasan untuk mengurus dokumen dokumen perlintasan,” ungkap terdakwa.
Paulus Tanmenu melanjutkan, tanggal 21 September 2017 dia menuju ke Batu Gede.
Terdakwa bermalam di Batu Gede karena dokumen belum selesai. Hingga tanggal 22 September 2017 dokumen belum selesai sehingga dirinya masih bermalam di Batu Gede.
Selanjutnya, tanggal 23 September 2017, dokumen perlintasan selesai. Paspor terdakwa diminta dan dibawa oleh pengurus untuk mengurus perlintasan di Timor Leste dan di Motaain.
“Apabila ditanya petugas, saya disuruh menjawab isinya alat lisrik dengan tujuan Oecusse,” ungkap terdakwa.
Selama di pos perlintasan, terdakwa mengaku tidak turun dari truk karena sudah ada yang mengurus dokumen. Mobil langsung ditempel segel lalu berangkat. Dia tidak menandatangani dokumen apapun.
Setelah keluar dari PLBN Motaain, tronton menuju kolam susuk, gudangnya Asun. Sesampainya di gudang, terdakwa bersama-sama Soleman membuka segel. Kemudian mobil menuju ke Atapupu. Sesampai di Atapupu, barang dibongkar di belakang kantor Bea Cukai.
Sementara, JPU Danie, SH., mengatakan, terkait kasus ini, berdasarkan sidang selama ini, perbuatan terdakwa membuka segel di luar wilayah pabean sudah terbukti.
“Barang ini dalam dokumen perlintasan adalah barang transit. Seharusnya truk melintas sampai Winie dan segel dibuka oleh petugas bea cukai di Winie. Tetapi faktanya segel dibuka sendiri sebelum mencapai Winie tanpa pengawasan petugas bea cukai,” ungkap JPU.
Dia melanjutkan, perkembangan di lapangan, masyarakat bertanya-tanya, kenapa hanya sopir yang jadi korban.
Dan pemilik barang sampai dengan saat ini tidak dijadikan tersangka dan tidak diproses hukum.
“Pihak-pihak yang harusnya dimintai pertanggungjawaban menjadi DPO semua,” ungkap Danie.
Sekadar tahu, barang bukti dalam perkara ini adalah mobil tronton warna hijau dengan nomor polisi W-8709-XH, satu buah peti kemas 40” nomor DLCU4104775, 25 koli kotak kayu berisi spare part Harley Davidson, dan dokumen perlintasan. (R5)
