UTAMA
Bawaslu Kota Kupang Sosialisasi Pengawas Pemilu 2019
Kupang, penatimor.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Kupang menggelar sosialisasi pengawas tahapan Pemilu 2019 kepada stakeholder tingkat Kota Kupang di Hotel On The Rock, Jumat (8/3).
Pemateri dalam kegiatan ini yaitu Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Kupang Noce Nus Loa, Ana Djukana mewakili publik, anggota Bawaslu Kota Kupang Susiani Kanaha dan Adi Nange.
Ana Djukana mengatakan, sekarang ini banyak masyarakat yang mengeluh karena laporan-laporan yang tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
Sejak awal masyarakat sudah dilibatkan untuk mengawal jalannya semua proses agar berjalan dengan baik.
Ana melanjutkan, di media sodial sekarang banyak berita-berita hoax, dan kebanyakan masyarakat langsung menerimanya.
Untuk itu, yang bisa berperan untuk memberitakan hal yang benar adalah wartawan.
“Wartawan menjadi garda depan untuk memerangi semua berita-berita hoax yang ada. Karena itu wartawan selalu menulis berita yang benar sesuai ketentuan yang berlaku,” ungkapnya.
Menurut Ana, masyarakat umum haruslah terlibat untuk mengawasi jalannya pemilu.
Tanggung jawab dan rasa memiliki bangsa ini harus ada, agar negara ini dapat menyelenggarakan Pemilu yang berkualitas dan berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
“Jangan sampai ada kerusakan demokrasi dengan melakukan berbagai upaya kecurangan. Karena itu, semua masyarakat terutama kaum muda, mari sama-sama kita mengawal jalannya Pemilu ini,” terangnya.
Mewakili PMKRI Kupang, Imanuel Boli, mengatakan, sekarang maraknya baliho para caleg yang ditempatkan di semua wilayah, baik itu di pohon, terminal dan lainnya.
“Saya mau tau apakah ada penertiban atau pengawasan dari Bawaslu. Apakah ada tindakan tegas yang diambil untuk menertibkan ini, karena sudah ada dalam aturan, di mana saja baliho harus dipasang,” katanya.
Anggota Bawaslu Kota Kupang Adi Nange, mengatakan, Bawaslu sudah bekerja sama dengan Sat Pol PP menertibkan berbagai Alat Peraga Kampanye (APK) terutama baliho, karena sesuai dengan aturan memang harus bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Adi menjelaskan, konsep pengawas Pemilu partisipatif yakni bentuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas tahapan Pemilu serta melaporkan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi proses Pemilu dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran Pemilu.
“Aktivitas pengawas dan pemantauan proses dan tahapan-tahapan Pemilu dengan cara mengumpulkan data, informasi awal mengenai dugaan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat, peserta Pemilu, tim kampanye serta penyelenggaraan Pemilu,” katanya.
Dia menjelaskan, personel pengawas Pemilu 2019 di NTT terdiri atas anggota Bawaslu NTT 5 orang, anggota Bawaslu kabupaten-kota 70 orang, anggota Panwascam 927 orang, pengawas TPS 14.871 orang dan belum direkrut, Panwas kelurahan atau desa 3.323 orang, sehingga total pengawas di NTT sebanyak 19.196 orang.
Khusus untuk Kota Kupang, anggota Bawaslu Kota Kupang sebanyak tiga orang, anggota Panwascam 18 orang, Panwas Kelurahan 51 orang, pengawas TPS 1.126 orang, dan total pengawas di Kota Kupang sebanyak 1.198 orang.
Sementara itu, anggota Bawaslu Kota Kupang Susiani Kanaha, mengatakan, ketentuan umum Pasal 1 angka 3 Perbawaslu Nomor 6 Tahun 2018, Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dia menjelaskan, Pasal 2 huruf f Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun, Pasal 5 ayat (2) huruf h UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, pegawai ASN menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melakukan tugasnya.
“Selanjutnya, Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik,” kata Susiani.
Dikatakan, sesuai dengan UU Pemilu dan UU ASN, para ASN sebagai abdi negara harus netral, sebab para ASN memiliki kewenangan dan kekuasaan tertentu diantaranya berhak menggunakan fasilitas negara.
Berhak mengelola keuangan negara,
berhak mengeluarkan kebijakan yang dampaknya kebanyak pihak.
Sesuai dengan UU Pemilu dan UU ASN para ASN sebagai abdi negara harus netral, sebab para ASN memiliki kewenangan dan kekuasaan tertentu diantaranya, berhak menggunakan fasilitas negara, berhak mengelola keuangan negara, berhak mengeluarkan kebijakan yang dampaknya ke banyak pihak.
Susiani mengatakan, pengawas Pemilu melakukan pengawasan netralitas ASN, anggota TNI dan anggota Polri terhadap keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa kampanye.
Kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye.
Kegiatan tersebut meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, pemberian barang kepada pegawai ASN, anggota TNI, dan anggota Polri dalam lingkungan unit kerjanya, keluarga, dan masyarakat.
“Pelanggaran disiplin ataupun ketidaknetralan ASN bukanlah delik aduan, maka apabila ada dugaan pelanggaran yang dilakukan ASN maka terancam sanksi UU ASN dan UU Pemilu.
Untuk pelanggaran terhadap UU ASN maka ada KASN yang bertugas menjaga netralitas pegawai ASN hingga mengeluarkan rekomendasi sanksi jika ada ASN yang melanggar.
Untuk proses pidananya, setiap ASN yang terlibat sebagai pelaksana/tim kampanye dipidana penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 12.000.000,” ungkapnya.
Ditambahkan, netralitas pegawai ASN, anggota TNI, anggota Polri dapat menjadi obyek pengawasan pengawas Pemilu dalam hal tindakan pegawai ASN, anggota TNI dan anggota Polri berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang -undangan mengenai Pemilu, melanggar kode etik atau disiplin masing-masing lembaga atau instansi. (R1)