PENDIDIKAN & SASTRA
SDI Naikoten 1 jadi Sekolah Ramah Anak Pertama di Kupang

Kupang, penatimor.com – Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore meluncurkan Sekolah Ramah Anak Tingkat Kota Kupang di SD Inpres Naikoten 1 Kupang, Kamis (10/1).
Peluncuran ini dilakukan oleh Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore, didampingi Penjabat Sekda Yos Rera Beka, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Filmon Lulupoy, Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Elly Wairata bersama Sekretaris Dinas P3A drg. Siska Johanna, Kepala Bagian Hukum Alan Girsang, Wakil Ketua TP PKK Kota Kupang Elisabeth Man Rengka, bersama camat dan lurah.
Wali Kota mengatakan, Sekolah Ramah Anak ini sangat luar biasa, dimana sekolah ini bisa menghadirkan generasi-generasi yang berkualitas.
“Banyak manfaat yang didapat dengan Sekolah Ramah Anak ini. Dulu jika ada kesalahan maka anak akan dihukum, tetapi karena sudah ada sekolah ramah anak, maka anak dibimbing dengan cara yang lebih ramah,” ujarnya.
Menurut Wali Kota, dengan metode sekolah ramah anak, kadang juga anak tidak bisa diatur secara baik, karena membangkang. Hal ini yang harus dirubah agar guru pun mendapat metode dan cara yang tepat untuk mendidik anak-anak.
“Saya harapkan agar bukan hanya sekolah ini saja yang menjadi sekolah ramah anak, tetapi semua sekolah di Kota Kupang bisa menjadi sekolah ramah anak, agar kualitas anak-anak Kota Kupang dapat ditingkatkan,” ujarnya.
Kepala SD Inpres Naikoten 1, Martha Linda Mbau, menyampaikan peluncuran hari ini yang pertama di Kota Kupang.
Dia menceritakan terpilihnya SD Inpres Naikoten 1 sebagai Sekolah Ramah Anak oleh Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Kota Kupang pada 14 Desember 2017 melalui beberapa tahapan seleksi.
Diakuinya, awalnya pihak sekolah menghadapi berbagai kendala. Pertama, belum semua pendidik dan tenaga kependidikan dapat menerima dan melakukan program ini karena dianggap bisa mengurangi wibawa seorang guru.
Kemudian belum adanya pemetaan dan komprehensif masalah anak di sekolah maupun guru, dalam menghadapi permasalahan anak serta kurangnya konsep pemahaman orangtua terkait sekolah ramah anak menjadi tantangan tersendiri.
Dia menyebutkan langkah yang diambil yaitu mengikutsertakan guru dalam berbagai kegiatan pelatihan positif disiplin yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak maupun melibatkan orangtua dan siswa dalam pelatihan tentang konsep dan proses Sekolah Ramah Anak.
“Seiring berjalan waktu, praktik sekolah ramah anak ternyata memberikan hasil yang baik. Mereka lebih riang, lebih nyaman dalam belajar, menjadikan sekolah rumah kedua, prestasi mereka meningkat dan sekaligus mendidik orangtua agar bersifat serupa menciptakan suasana yang menyenangkan bagi anak dan menghilangkan kekerasan di rumah,” terangnya.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam proses penyelenggaraan program Sekolah Ramah Anak, yaitu menyambut anak di gerbang sekolah dan menanamkan nilai karakter sapa, senyum, salam bagi semua warga sekolah.
Anak, lanjutnya, dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah yang bersih dan sehat.
Kemudian, guru terlibat langsung dalam menjaga kebersihan sekolah, dalam hal ini memberikan contoh seperti memungut sampah. Fasilitas toilet dan tempat cuci tangan disesuaikan dengan postur anak.
Fasilitas CCTV pun kata dia, terpasang di setiap kelas, ruang guru dan sudut sekolah untuk memantau anak selama jam sekolah, agar terhindar dari berbagai kegiatan atau aksi kekerasan dan lainnya yang dapat merugikan anak maupun sekolah.
Martha Linda Mbau mengatakan sekolah juga menyediakan fasilitas air, kebersihan dan fasilitas kesehatan, termasuk menyiapkan lingkungan yang bebas asap rokok.
Selain itu, fasilitas kantin ramah anak dengan menjual berbagai makanan sehat sesuai standar sekolah dan usia anak. Aturan yang mendukung kesehatan yang disepakati misalnya pemeriksaan kebersihan kuku, gigi, rambut, pakaian dan makanan dikontrol oleh dokter cilik dan duta pengaman sekolah.
“Kami juga memperbaiki lapangan sekolah sebagai tempat bermain dan mempelajari keterampilan baru. Menyediakan bengkel ramah anak maupun lopo literasi sebagai sarana positif disiplin, bila anak melanggar kesepakatan yang dibangun bersama pendidik dan tenaga kependidikan,” ujarnya.
Harapannya, SD Inpres Naikoten 1 benar-benar menjadi sekolah yang ramah anak baik secara fisik maupun non fisik dan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa untuk mengikuti proses kegiatan belajar di sekolah.
“Semoga semangat sekolah ramah anak dapat menyebar di sekolah lain. Kami menyadari bahwa kami tidak sempurna dan yang akan menyempurnakan adalah Tuhan. Oleh karena itu kami terus belajar menyempurnakan kekuatan kami dalam melaksanakan sekolah ramah anak,” tutup Martha Linda Mbau. (R1)
