UTAMA
Pemkot Segera Cabut Izin KD, Setiap PSK dapat Bantuan Rp 5,5 Juta
Kupang, penatimor.com – Ratusan pekerja seks komersial (PSK) dari lokalisasi Karang Dempel (KD) diundang mengikuti coffee morning Sosialisasi Penutupan KD di Hotel Maya, Senin (17/12).
Kegiatan ini dihadiri Wakil Wali Kota Kupang Hermanus Man, Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kupang Thomas Jansen Ga, Asisten I Yos Rera Beka, Kepala Dinas Sosial Felisberto Amaral dan pimpiman OPD lainnya.
Pemerintah Kota Kupang sengaja mengundang para PSK untuk mendengarkan keluh kesah sebelum penutupan lokalisasi pada 1 Januari 2019.
Wakil Wali Kota Kupang Hermanus, mengatakan, pemerintah akan mencabut izin penginapan di Karang Dempel Alak, tetapi tidak menyebutkan ada praktik-praktik lainnya.
Dan pada 1 Januari tahun 2019, Wali Kota akan membuat Surat Keputusan (SK) untuk mencabut izin penginapan.
“Para pekerja di KD tidak akan diapa-apakan sampai deklarasi Menteri Sosial. Awal Februari ada Rakor antara Mensos, Gubernur dan Wali Kota untuk mendeklarasikan penutupan secara fakta. Secara hukum sudah dilakukan sejak 1 Januari. Para pekerja dipersilahkan tinggal dengan pengawasan ketat,” tuturnya.
Hermanus mengatakan, Pemkot Kupang juga telah mengkomunikasikan dengan Dinas Sosial daerah asal Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Lampung dan NTB.
Jika dipulangkan, Wali Kota mempunyai tanggung jawab untuk membiayai dari Kupang sampai ke bandara ibu kota provinsi. Misalnya, jika di Jawa Timur maka dibiayai sampai di Surabaya.
“Setiap yang dipulangkan akan diberi bantuan Rp 5.500.000 dalam bentuk tabungan. Jadi ada kerja sama antara Pemda, yakni menanggung tiket pulang. Sedangkan pemerintah pusat akan menanggung biaya hidup dan jaminan untuk usaha di lokasi sesuai alamat Rp 5.500.000 per orang. Semua pekerja jangan takut karena sampai pulang ke daerah asal profesi akan dirahasikan,” tuturnya.
Sedangkan kata Hermanus, pemerintah tidak melarang pemilik warung, kios dan karaoke untuk melanjutkan usahanya. Usaha tetap bisa dibuka seperti biasa.
Dia mengajak sebagai warga negara Indonesia yang baik harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. “Sebagai WNI harus ikut aturan,” kata Wawali.
Dia menyebutkan, Kota Kupang terdapat Perda Nomor 39 tahun 1999 tentang Penertiban Tempat Pelacuran di Kota Kupang.
Ada pula UU Nomor 21 tahun 2007, yakni pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Namun, ini tidak ada masalah karena tidak ada yang berusia 17 tahun.
Jadi, penutupan lokalisasi ini bukan dibuat seenaknya saja tanpa petunjuk. Pada prinsipnya apa yang dilakukan pemerintah untuk kebaikan warganya, bukan untuk mencelakakan warganya.
Acara ini dihadiri oleh Forkompinda kota Kupang, Penjabat Sekda, Kadis Dinas Sosial, Sekretaris KPA, Kepala Dinas Sosial Kota Kupang, OPD terkait, tokoh masyarakat dan kuasa hukum dari para PSK KD, Herry Batileo.
Forkompinda Kota Kupang mendukung penuh segala program yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat dan dilangsungkan di daerah.
Aparat keamanan akan memback-up terus segala program yang dicanangkan oleh pemerintah. Karena sudah mengalami proses evaluasi dan pengkajian untuk yang terbaik buat masyarakat.
Sementara itu, salah satu pekerja yang turut hadir, Siti, mengaku sangat setuju jika lokalisasi ditutup karena itu merupakan peraturan pemerintah.
“Sebagai warga negara yang baik kita harus mengikuti peraturan. Tetapi yang kita takutkan saat proses pemulangan, katanya kita mau diberitahukan kepada masyarakat kalau kita adalah PSK. Teman-teman juga minta perpanjangan waktu karena masih punya tanggungan anak sekolah, tanggungan keluarga, karena tidak ada suami, orangtua juga tidak kerja dan masih punya utang,” tuturnya.
Dia meminta agar para PSK dibekali dengan keterampilan. Mengenai modal yang dikasih oleh Pemerintah Pusat, ia meminta bisa memberikan kredit usaha rakyat (KUR) bisa diakses oleh mantan pekerja seks.
Menurutnya, yang ditakutkan ada informasi bahwa para PSK ketika dipulangkan akan dikarantina selama enam bulan di Dinas Sosial.
“Kita bukannya tidak mau dikarantina kita bisa makan, tapi nanti anak kita makan apa?” ujarnya.
Ketua Blok Sederhana, Utami, mengatakan, pada dasarnya semua mendukung untuk penutupan lokalisasi. Tetapi dirinya meminta agar penutupan lokalisasi ditunda untuk beberapa waktu agar bisa membiayai anak-anak sekolah sampai lulus tahun depan.
Perwakilan Blok Bukit Indah, Tuti, mengakui bekerja di KD karena anak masih sekolah, terlilit utang dan membiayai kehidupan keluarga.
Dengan keputusan yang sudah didengar tentang penutupan lokalisasi, Tuti mengaku masih sangat keberatan, karena punya banyak tanggungan.
“Kami mohon untuk memberi waktu agar bisa beraktifitas seperti biasa untuk menyelesaikan biaya tanggungan kita,” ujarnya.
Febi Sandra dari Blok Gading, juga tidak menolak keputusan penutupan lokalisasi. Tapi meminta untuk meninjau kembali karena berbagai kepentingan seperti yang sudah disampaikan teman-teman yang lainnya. (R1)