Connect with us

UTAMA

Kemenkumham NTT Sosialisasi Analisis Dampak HAM Terhadap RUU Pertanahan

Published

on

Sosialisasi Hasil Penelitian Hukum dan HAM tentang Analisis Dampak HAM Terhadap RUU Pertanahan di Aula Kanwil Kemenkumham NTT, Senin (20/8).

Kupang, penatimor.com – Tanah bagi masyarakat memiliki makna multidimensional, karena tanah tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan aspek hukum.

Dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan.

Sementara secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan dan sebagai budaya tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya.

Sehingga membahas mengenai tanah berarti membahas isu sentral dari satu kesatuan yang terintegrasi dengan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.

Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT Yudi Kurniadi dalam sambutannya yang dibacakan oleh Plh. Kakanwil, Erwyn F. R. Wantania, saat membuka kegiatan Sosialisasi Hasil Penelitian Hukum dan HAM tentang Analisis Dampak HAM Terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan di Aula Kanwil Kemenkumham NTT, Senin (20/8).

Menurut Yudi, mengingat kompleksnya masalah pertanahan dalam kehidupan sosial masyarakat, pemerintah memandang perlu untuk membentuk suatu peraturan-perundang-undangan di bidang pertanahan.

“Undang-Undang Pertanahan juga perlu disusun sebagai upaya Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Undang Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA),” jelasnya.

Lebih lanjut, Kakanwil mengatakan bahwa UUPA yang diterbitkan pada Tahun 1960 belum mengantisipasi perkembangan ilmu, teknologi, politik, sosial ekonomi, budaya serta perkembangan kebutuhan masyarakat.

“Dalam penyusunan substansi rancangan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, harus melalui penelitian yang komperhensif dalam rangka memberikan pertimbangan-pertimbangan dan pandangan-pandangan ilmiah dari aspek hukum dan HAM,” tutur Kakanwil.

“Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengamanatkan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas kemanusiaan yaitu mengandung perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional,” kata Kakanwil.

Kegiatan penelitian ini, lanjut dia, juga dilakukan karena mengingat pada perkembangan, kemajuan masyarakat dan peraturan perundang-undangan pertanahan yang diarahkan untuk memberikan dukungan bagi terwujudnya penerapan hukum yang mampu memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Menutup sambutannya, Kakanwil berharap hasil penelitian perlu disosialisasikan kepada masyarakat guna mendapatkan masukan dalam upaya penyempurnaan penyusunan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan.

Kegiatan ini diikuti oleh Biro Hukum Setda Provinsi NTT dan Kabag Hukum Setda Kota Kupang, BPN Provinsi dan Kota, Polda NTT, Kejati NTT, Pengadilan Tinggi NTT, Ombudsman RI perwakilan NTT, Keuskupan Agung Kupang, Universitas yang ada di Kota Kupang, LBH dan LSM serta Camat dan Lurah.

Narasumber berasal dari Balitbang Hukum dan HAM dan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT. (R1)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUKRIM

Kades Napan-TTU Dihukum Ringan, Pengacara Apresiasi Putusan Hakim

Published

on

Penasehat Hukum Dominikus Boimau, SH., bersama terdakwa dan keluarga usai sidang putusan.
Continue Reading

HUKRIM

Toleransi dalam Pelukan Halal Bihalal: Kisah Inspiratif dari RT 40 Sikumana

Published

on

Warga RT 040 Sikumana berpose bersama dengan senyum yang merefleksikan kebahagiaan dan harmoni yang mereka rasakan.
Continue Reading

HUKRIM

Sidik Korupsi Dana Desa di Malaka, Jaksa Sita Uang Ratusan Juta

Published

on

Penyidik Kejari Belu menyita uang tunai senilai Rp 120 juta lebih yang merupakan bagian dari dana desa yang telah dicairkan pada tahun 2022, dan tidak digunakan untuk kegiatan desa sebagaimana seharusnya.
Continue Reading