HUKRIM
Marianus Sae Tidak Perkaya Diri dan Rugikan Negara
Jakarta, penatimor.com – Marianuas Sae adalah Bupati Ngada dua periode yang sekarang non aktif karena menjadi calon Gubernur NTT dalam Pilkada serentak 2018, berpasangan dengan Emi Nomleni sebagai Calon Wakil Gubernur NTT, namun saat ini Marianus Sae tidak dapat mengikuti aktivitas kampanye dalam Pilgub NTT 2018 karena harus mempertanggung jawabkan sangkaan KPK bahwa dirinya diduga terlibat dalam Tindak Pidana Korupsi berupa menerima Gratifikasi dari Wilhelmus Iwan Ulumbu seorang pengusaha kontraktor di Ngada.
Berikut tanggapan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus sekaligus advokat senior Peradi di Jakarta.
Sebagai Bupati Ngada, maka Marianus Sae adalah Pelaksana Kekuasaan Pemerintahan Pengelola Keuangan Negara yang diserahkan oleh Presiden kepada Bupati Marianus Sae selaku Kepala Pemerintahan Daerah untuk mengelola Keuangan Daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan (pasal 6 UU NO.M17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara).
Dengan demikian, maka hal ihwal tentang APBD sepenuhnya berada di tangan Marianus Sae, sehingga sekiranya Marianus Sae memiliki motif untuk memperkaya diri, seharusnya Marianus Sae bisa melakukan korupsi puluhan bahkan ratusan miliar rupiah uang negara yang berada di bawah kekuasaannya, namun hal itu tidak dilakukan.
Jika kita cermati Surat Dakwaan Jaksa dalam perkara Terdakwa Wilhelmus Iwan Ulumbu, maka Marianus Sae diposisikan sebagai pihak penerima gratifikasi.
Disini muncul hal unik dan menarik dalam diri seorang Marianus Sae untuk dicermati, yaitu Jaksa Penuntut Umum tidak menemukan adanya perbuatan Marianus Sae yang bersifat menyalahgunakan wewenang yang merugikan keuangan negara, kecuali Marianus Sae selaku Bupati Ngada sejak tahun 2011 hingga tahun 2018, menerima gratifikasi secara tidak teratur dari uang pribadi Wilhelmus Iwan Ulumbu sebesar Rp 3,5 miliar selama 6 tahun pekerjaan proyek-proyek APBD dengan total nilai proyek mendekati Rp 400 miliar.
Marianus Sae Bukan Koruptor
Saat ini Marianus Sae menghadapi tuduhan menerima gratifikasi terkait dengan kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Bupati Ngada.
Itu berarti perbuatan Marianus Sae tidak termasuk dalam kategori perbuatan memperkaya diri sendiri atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan cara menyalahgunakan wewenang dan merugikan keuangan negara.
Karena itu, Marianus Sae pada saat ini tidak dapat dikatakan sebagai seorang koruptor, karena tidak ada sangkaan melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara, kecuali dituduh melakukan gratifikasi yang juga belum terbukti berdasarkan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Sebagai seorang Pelaksana Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah, Marianus Sae memiliki kekuasaan yang sangat besar, karena itu sekiranya Marianus Sae memiliki motif untuk memperkaya diri dan merugikan keuangan negara, maka Marinus Sae bisa saja lakukan korupsi dengan angka yang fantastik, membuat negara rugi dan Marianus Sae mendapat untung.
Namun hal itu sama sekali tidak dilakukan. Jaksa justru dalam dakwaan perkara Wilhemus Iwan Ulumbu, hanya menuduh bahwa Wilhelmus Iwan Ulumbu telah memberikan gratifikasi sebesar Rp 3,5 miliar kepada Marianus Sae sejak tahun 2011 hingga tahun 2018 selama 6 tahun untuk nilai proyek hampir Rp 400 miliar.
Ini membuktikan bahwa Marianus Sae sesungguhnya tidak memiliki motif untuk memperkaya diri dan merugikan keuangan negara.
Tidak Ada Kerugian Negara
Suatu kenyataan yang unik dari seorang Marianus Sae adalah, dalam memimpin Kabupaten Ngada pengabdiannya pada tugas membangun Ngada menjadi prioritas dengan memperketat pengelolaan dan penggunaan dana APBD sesuai dengan peruntukannya.
Hal itu terbukti dari tidak adanya temuan penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara atau daerah dalam surat dakwaan jaksa.
Kenyataan ini jelas berbeda dengan temuan KPK pada kasus korupsi bupati-bupati lainnya, yang dipercaya mengelola APBD tetapi menyalahgunakan wewenangnya itu untuk memperkaya diri, menguntungkan orang lain dan merugikan keuangan negara dengan angka fantastik.
Padahal sebagai bupati, Marianus Sae adalah kepala daerah yang dipercaya oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan untuk mengelola APBD dengan sejumlah kewenangan, namun kewenangan itu tidak disalahgunakan, terbukti dari sangkaan penyidik KPK terhadap Marianus Sae hanya pada pasal tentang gratifikasi sedangkan pasal 2 dan/atau pasal 3 UU No. 20 Tahun 2002 Tentang Tipikor yang mengatur soal penyalahgunaan wewenang, melakukan perbuatan melanggar hukum dan merugikan keuangan negara tidak disangkakan atau dituduhkan.
Dengan demikian, layak kah Marianus Sae dinyatakan sebagai telah melakukan korupsi dan merugikan negara, jawabannya jelas tidak!, karena sesungguhnya Marianus Sae tidak menyalahgunakan wewenang dalam mengelola APBD dan merugikan uang negara sepeserpun. (*)