POLKAM
Jacki Uly: UU Terorisme Selangkah Lebih Maju
Seba, penatimor.com – Anggota Fraksi Partai NasDem Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Drs Y. Jacki Uly, M.H, menilai Rancangan Undang-Undang terkait terorisme yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Jumat, 25 Mei 2018 lalu merupakan langkah maju pemerintah dan masyarakat dalam penanganan masalah tindak pidana terorisme di Indonesia.
“Rancangan Undang-Undang itu merupakan langkah maju. Kalau dalam UU lama, kita seperti jadi pemadam kebakaran. Setelah teror terjadi, baru kita bertindak. Tetapi dengan UU yang baru ini kita sudah selangkah lebih maju, lebih preventif. Jadi, baru merencanakan atau membicarakan teror saja maka polisi langsung turun tangan menangkap pelaku teror,” ujar Jacki Uly saat berlangsung Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, awal Juni 2018 lalu.
Rancangan Undang-Undang terkait terorisme yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Jumat, 25 Mei 2018 tersebut menggantikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan tersebut dihadiri berbagai elemen masyarakat di Sabu Raijua. Misalnya, perwakilan tokoh masyarakat, tokoh adat, karang taruna, perwakilan muda-mudi Kristen Protestan, muda-mudi Katolik, perwakilan umat Islam, para pendeta dan penatua Gereja Protestan, dan siswa-siswi se-Kabupaten Sabu Raijua.
Jacki Uly dalam awal pengantarnya mengemukakan, sebelumnya pada Kamis, 24 Mei 2018, pembahasan revisi undang-undang ini rampung setelah dalam rapat kerja antara DPR dengan pemerintah.
Dalam pertemuan tersebut baik pemerintah maupun DPR menyepakati konsep definisi terorisme yang menyertai frasa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan. Definisi terorisme yang disepakati itu adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan.
“Ada sejumlah perubahan di Revisi UU Terorisme. Misalnya, penambahan substansi atau norma baru untuk menguatkan peraturan dalam UU sebelumnya,” kata Jacki Uly, mantan Kepala Kepolisan Daerah Nusa Tenggara Timur dan mantan Kepala Kepolisan Daerah Sulawesi Utara.
Masyarakat, demikian Jacki Uly, jauh sebelumnya mendesak DPR mensahkan RUU Terorisme menyusul maraknya aksi teror yang terjadi menjelang Ramadan, mulai dari mengamuknya napi teroris di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, teror bom di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur hingga penyerangan Mapolda Riau.
“Setelah RUU terkait terorisme disahkan maka hal tersebut merupakan langkah maju dalam penanganan masalah terorisme di Indonesia,” ujar Jacki, anggota MPR RI asal Pulau Sabu, Kabupaten Sabu Raijua.
Kegiatan Komisi
Pada bagian lain, Jacki Uly, anggota Komisi I DPR yang membidangi masalah pertahanan, luar negeri, dan informasi menyampaikan kepada masyarakat sejumlah kegiatan Komisi I DPR. Pertama, Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran. Saat ini, RUU Penyiaran adalah salah satu UU yang mendesak untuk segera disahkan.
Setelah sebelumnya perdebatan terusat pada penyelenggaraan penyiaran melalui sistem single mux atau multi mux, pada Februari 2018, DPR mengagendakan rapat rapat pimpinan khusus membahas hal tersebut. Kemunculan opsi baru beberapa bulan sebelumnya, yaitu sistem hybrid, akhirnya dipilih sebagai sistem pengelolaan digitalisasi di industri penyiaran Indonesa ke depannya.
“Fraksi Partai NasDem DPR RI sebelumnya memilih sistem multi mux yang sejalan dengan semangat demokratisasi penyiaran. Namun dengan dipilihnya sistem hybrid, maka Fraksi Partai NasDem DPR RI berinisiatif melakukan kajian mendalam terkait pembetukan sistem hybrid demi kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan yang lebih baik,” katanya.
Kedua, Ratifikasi Kerjasama dengan Kerajaan Thailand di Bidang Pertahanan. Menurut Jacki, sebelum persetujuan ditandatangani pada tahun 2015, Indonesia dan Thailand sudah menjalani sejumlah bentuk kerja sama di bidang pertahanan.
Di antaranya adalah saling kunjung pejabat pertahanan kedua negara, pertukaran siswa dalam mengikuti pendidikan militer di kedua negara, hingga adanya Thailand-Indonesia High Level Committee (Thainesia HCL) yang memiliki tiga subkomite, yaitu Joint Intelligence Sub-Committee (JISC), Joint Coordinated Operation and Exercise Sub-Committee (JCOE), dan Joint Education and Training Sub-Committee (JETSC).
Ketiga, Panitia Kerja (Panja) Pengamanan Data Pribadi. Komisi I DPR RI membentuk Panitia Kerja (Panja) Pengamanan Data Pribadi untuk menelusuri penyalahgunaan yang muncul saat pemerintah mewajibkan registrasi ulang nomor ponsel berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK).
Terjadinya penyalahgunaan NIK digunakan untuk registrasi SIM Card sampai 50 nomor telepon selular (ponsel) pada awalnya diduga merupakan kebocoran data. Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia menyatakan bahwa hal tersebut murni penyalahgunaan NIK, bukan kesalahan operator telekomunikasi. Namun untuk antisipasinya kemungkinan terjadinya kejahatan, masyarakat harus terus diedukasi supaya merahasiakan data pribadi mereka.
Sebelumnya, NIK bisa digunakan untuk registrasi nomor ponsel tanpa batas maksimum. Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, menetapkan bahwa 1 NIK hanya dapat digunakan maksimal untuk tiga nomor ponsel, bila diregistrasikan di konter pulsa. Lebih dari itu, registrasi harus dilakukan di gerai operator telekmunikasi. Ke depannya, Kemenkominfo, diminta bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri).
Keempat, Dugaan Kebocoran Data Pengguna Facebook dari Indonesia. Dugaan kebocoran sejuta data pengguna Facebook dari Indonesia oleh Cambridge Analytica (CA) berbuntut pada pemanggilan Facebook untuk menhadiri sidang dengan Komisi I DPR RI. Perwakilan Facebook yang hadir adalah Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari dan Vice President of Public Policy Facebook Asia Pacific Simon Milner. DPR RI mewajibkan Facebook melakukan audit kebocoran dan melaporkannya ke pemerintah.
“Facebook berjanji akan mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukan oleh CA dan memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan data oleh pengembang aplikasi yang akan berhubungan dengan Facebook. DPR RI memberikan waktu satu bulan kepada Facebook untuk mengatasi hal tersebut dan melaporkannya kepada Pemerintah Indonesia,” jelas Jacki Uly.
Menurutnya, Fraksi Partai NasDem DPR RI secara khusus menyatakan bahwa Facebook harus mempunyai sistem yang mampu memonitor dan mendeteksi apabila ada data penggunanya yang disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. “Selanjutnya, Pemerintah Indonesia harus dilengkapi dengan perangkat hukum seandainya kasus semacam ini terjadi di masa depan,” kata Jacki.
Pertemuan tersebut dihadiri sejumlah anggota DPRD Sabu Raijua, perwakilan tokoh masyarakat, tokoh adat, karang taruna, perwakilan muda-mudi Kristen Protestan, muda-mudi Katolik, perwakilan umat Islam, para pendeta dan penatua Gereja Protestan, dan siwa-siswi se-Kabupaten Sabu Raijua. (*/R1)